GRAND THEORY
A. Pengertian Grand Theory
Grand theory adalah setiap teori yang dicoba dari
penjelasan keseluruhan kehidupan sosial, sejarah, atau pengalaman manusia. Pada
dasarnya berlawanan dengan empirisme, positivisme, atau pandangan bahwa
pengertian hanya mungkin dilakukan dengan mempelajari fakta-faktra, masyarakat,
dan fenomena. (Quenti Skinner, ed. The
Return of Grand Theory in the Human Sciences, Cambridge, 1985).
Istilah Grand
Theory pertama kali diciptakan oleh C. Wright Mills dalam “The Socioligical Imagination” (1959)
yang berkenaan dengan bentuk abstrak tertinggi suatu penerorian yang tersusun
atas konsep-konsep. Grand Theory merupakan dasar lahirnya teori-teori lain dalam
berbagai level.
Dalam
kaitannya dengan akuntansi, Grand Theory berkaitan dengan prinsip
konservatisme.
B. Macam-macam
Grand Theory
Grand Theori
dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1.
TEORI
AKUNTANSI POSITIF
Watts dan Zimmerman
(1986 : 5), penggagas Teori Akuntansi Positif, menyatakan bahwa
tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to
predict) praktik- praktik akuntansi. Arti dari menjelaskan adalah
menyediakan alasan-alasan untuk praktik akuntansi yang dapat diobservasi,
sedangkan arti dari memprediksi adalah bahwa teori akuntansi dapat memprediksi
fenomena yang tidak terobservasi. menghubungkan konsep-konsep dalam bentuk
hipotesis yang akan diuji. Lebih lanjut, mereka menyatakan bahwa teori
sebaiknya dibangun oleh para akademisi, bersumber pada bukti empiris yang
memiliki kekuatan untuk mampu memprediksi. Teori yang tidak dibangun atas dasar
tersebut di sebut Watts dan Zimmerman (1986 :4) sebagai ‘child’s theory’ yang melakukan generalisasi tanpa
pengalaman riset saintifik.
Selanjutnya, Positive Theory menjelaskan
tentang hubungan sebab akibat (how the world works)
tanpa dilandasi pertimbangan nilai (Suwardjono, 2008 :27), sedangkan Normative Theory memberikan saran (prescription) tentang prosedur akuntansi apa yang
sebaiknya dilakukan. Contoh teori normatif antara lain : Paton dan Littleton- An Introduction to Corporate
Accounting Standards (1940),
Scott – Accounting Theory (1941), Paul Grady-inventory for Generally Accepted Accounting Principle (1965). Contoh teori positif adalah
Watts dan Zimmerman (1986) yang mengkritik teori normatif karena teori normatif
didasarkan pada pertimbangan nilai/ value judgement (Chariri,
2001 : 64-65).
Oleh karena itu jelas
bahwa teori akuntansi positif mengakui asumsi rasionalitas (Watts dan
Zimmerman, 1986 :22)
Teori Akuntansi positif didasarkan pada proposisi
bahwa manajer, pemegang saham, dan regulator (politisi) adalah rasional dan
mereka berusaha untuk memaksimalkan utility mereka, yang secara langsung
terkait dengan kompensasi dan kemakmuran mereka. Pilihan akuntansi tergantung
pada variabel-variabel yang merepresentasi insentif manajemen untuk memilih
metode akuntansi dengan rencana bonus, kontrak hutang, dan proses politisi.
Watts dan Zimmerman (1986) menjelaskan tiga hipotesis
yang diaplikasikan untuk melakukan prediksi dalam teori akuntansi positif
mengenai motivasi manajemen melakukan pengelolaan laba. Tiga hipotesis yang
dijelaskannya adalah sebagai berikut:
- Hipotesis rencana bonus (bonus plan hypothesis), berkaitan dengan tindakan manajemen dalam memilih metode akuntansi untuk memaksimalkan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi. Manajemen yang diberikan janji untuk mendapatkan bonus sehubungan dengan performa perusahaan khususnya terkait dengan laba perusahaan yang diperolehnya akan termotivasi untuk mengakui laba perusahaan yang seharusnya menjadi bagian di masa mendatang, diakui menjadi laba perusahaan pada tahun berjalan.
- Hipotesis perjanjian hutang (debt covenant hypothesis), dalam melakukan perjanjian hutang, perusahaan diharuskan untuk memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan oleh debitur agar dapat mengajukan pinjaman. Beberapa persyaratan tersebut adalah persyaratan atas kondisi tertentu mengenai keuangan perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dapat tercermin dari rasio-rasio keuangannya. Kreditor memiliki persepsi bahwa perusahaan yang memiliki nilai laba yang relatif tinggi dan stabil merupakan salah satu kriteria perusahaan yang sehat.
- Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), hipotesis ini menjelaskan akibat politis dari pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, maka semakin besar tuntutan masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Perusahaan yang berukuran besar diharapkan akan memberikan perhatian yang lebih terhadap lingkungan sekitarnya dan terhadap pemenuhan atas peraturan yang diberlakukan regulator.
Menurut Chariri dan Ghozali (2007), dalam teori
akuntansi positif terdapat tiga hubungan keagenan yaitu:
- Hubungan manajemen dengan pemilik (pemegang saham), manajemen akan cenderung menerapkan akuntansi yang kurang konservatif atau optimis apabila kepemilikan saham yang ada di perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan kepemilikan saham eksternal. Agen atau manajer tersebut ingin agar kinerjanya dinilai bagus dan mendapatkan bonus (bonus plan), maka manajer cenderung meningkatkan laba periode berjalan. Namun, prinsipal atau pemegang saham hanya menginginkan deviden maupun capital gain dari saham yang dimilikinya. Sebaliknya, jika kepemilikan manajerial lebih tinggi dibanding pemegang saham eksternal, maka manajemen cenderung melaporkan laba yang lebih konservatif. Adanya rasa memiliki dari manajer terhadap perusahaan yang tinggi membuat manajer lebih berkeinginan untuk memperbesar perusahaan. Penerapan akuntansi yang konservatif menyebabkan terdapat cadangan dana tersembunyi yang cukup besar untuk dapat meningkatkan investasi perusahaan. Aset akan diakui dengan nilai terendah, sehingga nilai pasar lebih besar daripada nilai buku dan terbentuklah goodwill.
- Hubungan manajemen dengan kreditor, apabila rasio hutang atau ekuitas perusahaan tinggi maka kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang konservatif atau yang cenderung menurunkan laba semakin besar. Hal ini dikarenakan kreditor dapat mengawasi kegiatan operasional manajemen, sehingga pihaknya meminta manajemen agar melaporkan laba yang konservatif demi keamanan dananya.
- Hubungan manajemen dengan pemerintah, manajer akan cenderung melaporkan laba secara konservatif atau secara hati-hati untuk menghindari pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah, para analis, dan masyarakat. Perusahaan yang besar akan lebih disoroti oleh pihak-pihak tersebut dibanding perusahaan kecil. Perusahaan besar harus dapat menyediakan layanan publik dan tanggung jawab sosial yang lebih baik kepada masyarakat sebagai tuntutan dari pemerintah dan juga membayar pajak yang lebih ringgi sesuai dengan laba perusahaan yang tinggi.
2. TEORI
AGENSI (AGENCY THEORY)
Teori ini menjelaskan adanya hubungan kontraktual
antara dua pihak atau lebih yang salah satu pihak disebut prinsipal (principal)
yang menyewa pihak lain yang disebut agen (agent) untuk melakukan
beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang (Jensen
dan Meckling, 1976). Dalam hal ini pihak prinsipal mendelegasikan
pertanggungjawaban atas decision making kepada agen. Prinsipal
memberikan tanggung jawab kepada agen sesuai dengan kontrak kerja yang telah
disepakati. Wewenang dan tanggung jawab agen maupun prinsipal diatur dalam
kontrak kerja atas persetujuan bersama. prinsipal mempekerjakan agen untuk
melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk dalam pendelegasian
otoritas pengambilan keputusan. Kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan
angka laba bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi mempunyai
implikasi terhadap akuntansi.
Menurut Watts dan Zimmerman (1986) hubungan prinsipal
dan agen sering ditentukan dengan angka akuntansi. Hal ini memicu agen untuk
memikirkan bagaimana akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk
memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan yang dapat dilakukan
agen adalah dengan melakukan manajemen laba.
Teori agensi menyatakan bahwa praktek manajemen laba
dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara agen dan prinsipal yang timbul
ketika setiap pihak berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendakinya.
Seringkali hubungan antara prinsipal dan agen tercermin dalam hubungan antara
pemilik modal atau investor sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Dalam
hal ini agen memiliki lebih banyak informasi dibanding prinsipal, sehingga
menimbulkan adanya asimetri informasi. Adanya informasi yang lebih banyak
dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan sesuai dengan
keinginan dan kepentingan pribandinya. Bagi prinsipal dalam hal ini pemilik
modal atau investor akan sangat sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan
yang dilakukan oleh manajer karena hanya memiliki sedikit informasi.
Menurut Scott (2009) terdapat dua macam asimetri
informasi yaitu:
- Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya memiliki lebih banyak pengetahuan tentang keadaaan dan prospek perusahaan dibandingkan dengan pihak luar. Informasi mengenai fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tidak disampaikan oleh manajer kepada pemegang saham.
- Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemeagang saham maupun kreditur. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan yang melanggar kontrak dan secara etika atau norma tidak layak untuk dilakukan di luar sepengetahuan pemegang saham.
3.
TEORI
SIGNAL (SIGNALING THEORY)
Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai
dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal.
Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri
informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih
banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar.
Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai
perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri dengan memberikan harga yang
rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan
mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi asimetri
informasi adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa
informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian
mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al, 2000).
Dalam teori sinyal dijelaskan bahwa pemberian sinyal
dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan
informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi
konservatisme untuk menghasilkan laba lebih berkualitas karena prinsip ini
mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu
pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate.
Dalam prakteknya, manajemen menerapkan kebijakan akuntansi konservatif dengan
menghitung depresiasi yang tinggi akan menghasilkan laba rendah yang relatif
permanen yang berarti tidak mempunyai efek sementara pada penurunan laba yang
akan berbalik pada masa yang akan datang (Fala, 2007).
Kusuma (2006) menyatakan bahwa tujuan teori signaling
kemungkinan besar membawa dampak yang baik bagi para pemakai laporan keuangan.
Manajer berusaha menginformasikan kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan
di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitannya
dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi
perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai
prospek perusahaan di masa yang akan datang. Oleh karena itu manajer dapat
mengestimasi secara baik laba masa datang dan diinformasikan kepada investor
atau pemakai laporan keuangan lainnya.
Watts (2003) menyatakan bahwa understatement
aktiva bersih yang sistematik atau relatif permanen merupakan salah satu ciri
dari konservatisme akuntansi sehingga dapat dikatakan bahwa konservatisme
akuntansi menghasilkan laba yang berkualitas karena prinsip ini mencegah
perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna
laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate.
Penman dan Zhang (2002) dan Fala (2007) menyatakan
bahwa konservatisme akuntansi mencerminkan kebijakan akuntansi yang permanen.
Secara empiris penelitian mereka menunjukkan bahwa earnings yang berkualitas
diperoleh jika manajemen menerapkan akuntansi yang konservatif secara konsisten
tanpa adanya perubahan metode akuntansi atau perubahan estimasi. Understatement
laba dan aktiva bersih yang relatif permanen ditunjukkan melalui laporan
keuangan yang merupakan suatu "sinyal positif" dari manajemen kepada
investor bahwa manajemen telah menerapkan akuntansi konservatif untuk
menghasilkan laba yang berkualitas. Investor diharapkan dapat menerima sinyal
ini dan menilai perusahaan dengan lebih tinggi.
C. Hubungan Agency
Theory dan Signaling Theory
Morris (1987) berpendapat bahwa Agency Theory dan Signaling Theory dapat dihubungkan. Dalam artikelnya, Morris menemukan bahwa ada
konsistensi logis antara keduanya yang memungkinkan untuk penggabungan dua
teori tersebut untuk menyelesaikan masalah principal-agent dan pemilihan kebijakan akuntansi.
Agency theory menjelaskan bahwa pemisahan
antara principal dan agent akan menyebabkan konflik saat semua
pihak mengambil keputusan berdasarkan kepentingannya masing-masing. Dalam hal
ini principal akan mengeluarkan biaya
agensi sebagai
alat monitor dan perencanaan agency cost.
Terdapat dua versi agency theory:
(1) Akan selalu ada agency cost yang
timbul karena ada jumlah optimum biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan
manfaat dari biaya tersebut;
(2) Agency cost dapat mencapai nol karena adanya kekuatan pasar. Signalling theory berkaitan dengan masalah
informasi asimetri. Asimetri ini dapat berkurang jika pihak yang memiliki
informasi berlebih dapat memberikan signal tanda-tanda
ke pihak lain tentang informasinya.
Morris (1987) mengajukan 4
kemungkinan hubungan Agency theory (AT) dan Signalling Theory (ST):
(1) AT=ST tetapi dengan nama yang berbeda;
(2) AT bagian dari ST atau ST bagian dari AT;
(3) AT benar, ST mungkin benar;
(4) AT berkontradiksi dengan ST.
Terdapat dua pendekatan: secara
aksiomatik (melihat asumsi dasar teori) atau secara prediksi/konsekuensi teori
(competing atau consistent). Morris
(1987) melihat asumsi dasar masing-masing teori lalu menyimpulkan bahwa
keduanya tidak memiliki asumsi yang sama, misalnya mengenai biaya agensi yang
bisa mencapai nol tetapi todak demikian halnya dengan biaya signaling, oleh
karena itu kemungkinan pertama (AT=ST) ditolak. Namun ternyata information asymmetry secara implisit tercantum dalam
kondisi yang disyaratkan dalam agency theory. Secara
prediksi, ternyata kedua teori konsisten.
Morris (1987) menyarankan untuk
menggabungkan kedua teori ini dalam memecahkan masalah corporate lobbying, pemilihan kebijakan akuntansi dan seleksi auditor secara
sukarela. Dalam hal ini, Morris (1987) tidak memberikan bentuk teori
baru, namun sebatas pada penggunaan dua teori secara komplementer. Apa yang
telah dilakukannya sebenarnya telah menegaskan asumsi rasionalitas baik pada
teori agensi maupun signaling.
Boleh tanya gak dapat refrensi di buku apa ya?? Please infonya
ReplyDeleteTerimakasih
Philp, Mark. “Michel Foucault”, dalam Quentin Skinner (ed.), The Return of Grand Theory in the Human Sciences. Cambridge: Cambridge University
DeletePress, 1985
Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman (1986). Positive Accounting Theory. USA: Prentice-Hall.
Mills, C. Wright. 1978. The Sociological Imagination. New York: Oxford
University Press
Suwardjono. 2008. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan.
Yogyakarta: BPFE.
Anis Chariri dan Imam Ghozali. 2001. Teori Akuntansi. Semarang: Badan. Penerbit Universitas Diponegoro.
Anis Chariri dan Imam Ghozali. 2007. “Teori Akuntansi”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. (1976). Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3. Hal 305-360.
Scott, William R, 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada Prentice Hall.
Wolk et. al. 2000. Accounting Theory: A Conceptual Institusional Approach. Fifth Edition. South-Western College Publishing.
Fala, Dwi Yana Amalia S. 2007. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Penilaian Ekuitas Perusahaan Dimoderasi oleh Good Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi X, IAI, 2007.
Kusuma, Hadri. (2006). Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Akuntansi: Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 8 (1), hal. 1-12.
Watts, Ross L. 2003. Conservatism in Accounting Part I: Explanation and Implications. Simon School of Business, University of Rochester.
Penman, S.H, dan Zhang, X.J. 2002. “Accounting Conservatism, the Quality of Earnings, and Stock Returns.” The Accounting Review
Morris, R. D. (1987). Signaling, Agency Theory and Accounting Policy Choice, Accounting and Business Research, Vol. 18, No. 69
Izin bertanya grand theory sosial atau social exchange theory itu dibuku apa ya?
ReplyDelete