27 December 2014

Makalah Withholding Tax System Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 26, 4 ayat 2



BAB I
PENDAHULUAN

I.                  LATAR BELAKANG

      Indonesia, saat ini, sebagai salah satu negara berkembang sedang berusaha melaksanakan pembangunan di segala bidang, utamanya adalah bidang ekonomi. Karena perekonomian suatu negara yang baik akan menunjang kehidupan masyarakat, maka pemerintah mengerahkan segala upaya dan kemampuan dari negara untuk mendapatkan dana untuk pembiayaan pembangunan tersebut. Dan salah satu caranya adalah melalui sektor pajak.
      Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaan pemungutan pajak yang mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor swasta (wajib pajak yang membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak pemerintah) dan diperuntukan bagi keperluan pembiyaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
      Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling utama dan yang paling besar pada APBN. Pajak merupakan sumber yang sangat penting dalam memenuhi dan menunjang kebutuhan negara. Oleh karena itu, dalam mensukseskan penerimaan pajak perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak , terutama para wajib pajak untuk membayar pajak. Perkembangan dunia perpajakan dapat dilihat dari reformasi perpajakan dan meningkatnya penerimaan dari sektor perpajakan yang dapat dilihat dalam APBN dan APBD. Negara semakin memiliki tuntutan untuk meningkatkan penerimaan negara demi kemandirian negara dalam membiayai seluruh pengeluarannya. Apabila Indonesia ingin merealisasikan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka negara harus melaksanakan pembangunan dari berbagai bidang yang membutuhkan dana yang besar jumlahnya, yang berarti bahwa pajak yang diterima juga harus semakin besar pula. Dan untuk itu penerimaan dari pajak harus terus ditingkatkan.
      Saat ini Indonesia menganut sistem pemungutan pajak Self Assessment. Hal ini berarti wewenang sepenuhnya untuk menentukan besar pajak ada pada wajib pajak. Wajib pajak aktif menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajaknya. Fiskus tidak campur tangan dalam penentuan besarnya pajak terutang selama wajib pajak tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Dan sistem ini sangat bergantung pada kesadaran wajib pajak sendiri untuk melakukannya. Namun banyak wajib pajak yang belum mengerti sepenuhnya dan memahami tentang arti penting pajak. Oleh karena itu pemerintah juga menerapkan sistem yang disebut Withholding Tax System.
      Lalu apakah yang dimaksud dengan Withholding Tax System dan jenis pajak penghasilan apa sajakah yang dipungut dengan menggunakan Withholding Tax System serta bagaimana tata cara pemungutannya? Di bawah ini akan dijelaskan serta akan dibahas pula pengaruh penerapan Withholding Tax System terhadap optimalisasi penerimaan pajak.



II.               DASAR HUKUM

a)      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
·         Pasal 4 (2) yang mengatur tentang penghasilan yang dapat dikenai pajak yang bersifat final yang cara pemotongannya melalui pihak ketiga
·         Pasal 15 tentang norma perhitungan khusus untuk menghitung penghasilan neto bagi Wajib Pajak Tertentu (perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (“build, operate, and transfer”).
·         Pasal 21 yang mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima orang pribadi dalam negeri yang dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, atau penyelenggara kegiatan
·         Pasal 22 yang mengatur tentang pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, badan-badan tertentu dan Wajib Pajak badan tertentu yang  telah ditunjuk dan ditetapkan olehh Menteri Keuangan
·         Pasal 23 yang mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan dari modal, jasa, dan kegiatan tertentu yang dilakukan yang dilakukan leh badan pemerintah, subjek badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
·         Pasal 26 yang mengatur tentang pemotongan pajak atas dalam bentuk apapun yang diterima orang pribadi luar negeri selain BUT di Indonesia yang dilakukan oleh subjek pajak dalam negeri, bendahara pemerintah, atau penyelenggara kegiatan.

b)     PER-70/PJ./2007


BAB II
PEMBAHASAN

I.                  PEMBAHASAN MASALAH
A.                Pengertian Withholding Tax System
            Sistem ini merupakan sistem perpajakan dimana pihak ketiga baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan oleh peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerimaan penghasilan. Pihak ketiga tersebut memiliki peran aktif dalam sistem ini, dan fiskus berperan dalam pemeriksaan pajak, penagihan, maupun tindakan penyitaan apabila ada indikasi pelanggran perpajakan, seperti halnya pada self assessment system. Sistem pajak ini menekankan kepada pemberian kepercayaan pada pihak ketiga diluar fiskus yaitu, pemberi penghasilan melakukan pemotongan atau memungut pajak atas penghasilan yang diberikan dengan suatu persentase tertentu dari jumlah pembayaran atau transaksi yang dilakukannya dengan penerima penghasilan. Jumlah pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga tersebut dibayarkan kepada negara melalui penyetoran pajak seperti pada aktivitas yang dilakukan di self assessment  dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan Undang-undang. Nantinya jumlah yang disetorkan ke kas negara itu akan dapat diperhitungkan kembali oleh Wajib Pajak yang penghasilannya dipotong atau dipungut dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan yang diberikan oleh pihak ketiga saat transaksi penerimaan penghasilan.

B.                Manfaat Withholding Tax System
            Withholding Tax System selain memperlancar masuknya dana ke kas Negara tanpa intervensi fiskus juga dapat menghemat biaya administrasi pemungutan (administrative cost), seperti pada self assessment, wajib pajak yang dipotong atau dipungut pajaknya secara tidak terasa telah memenuhi kewajiban perpajakannya.
            Manfaat withholding tax system antara lain, dapat menigkatkan kepatuhan secara sukarela karena pembayar pajak secara tidak langsung telah membayar pajaknya, pengumpulan pajak secara otomatis bagi pemerintah tanpa mengeluarkan biaya, menigkatkan penerimaan pajak (optimalisasi perluasan objek pajak), merupakan penerapan prinsip convenience of tax system, serta meningkatkan penerimaan pajak (optimalisasi perluasan obyek pajak).
C.                Pajak Penghasilan Withholding Tax System
            Penerapan withholding tax system di Indonesia seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, tidak hanya terbatas atas penghasilan dari pekerjaan (employment income) seperti gaji dan upah (PPh pasal 21); penghasilan dari modal (passive income) seperti deviden, bunga, sewa dan royalti (PPh pasal 23 dan 26), tetapi juga diperluas terhadap penghasilan dari usaha (bussines income). Bahkan, terhadap transaksi yang bukan penghasilan, seperti pembayaran kepada badan-badan pemerintah dan impor atau kegiatan usaha dibidang tertentu (PPh pasal 22). Pengaturan atas jenis-jenis penghasilan dan transaksi yang dikenakan withholding tax tidak seluruhnya diatur oleh Undang-undang PPh, tetapi banyak didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


a)           Pajak Penghasilan Pasal 4 (2)
      Pajak penghasilan yang bersifat final.

b)           Pajak Penghasilan Pasal 21
   Obyek pengenaan pajaknya berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan   pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan   pekerjaan, jasa dan kegiatan pribadi dalam negeri.

c)            Pajak Penghasilan Pasal 22
      Pajak yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah baik pemerintah pusat,          pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga             pemerintah lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan      dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.

d)           Pajak Penghasilan Pasal 23
      Wajib pajak dalam negri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau        memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau         penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21 akan    dipotong oleh pemotong PPh pasal 23 yang ditunjuk.

e)           Pajak Penghasilan Pasal 26
      Pajak Penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang      bersumber        dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar            negeri selain Bentuk    Usaha Tetap di Indonesia.
D.                Pengaruh Penerapan Withholding Tax System
            Withholding Tax System diterapkan karena pemerintah menganggap cara ini adalah cara termudah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, karena dalam sistem ini Wajib Pajak diwajibkan untuk memungut dan mengadministrasikan pajaknya pihak lain (Wajib Pajak lain). Dengan cara ini, pemerintah akan dengan mudah mengumpulkan pajak tanpa memerlukan upaya dan biaya yang besar. Walaupun akan sedikit kerumitan pada penghitungan, hal ini disederhanakan dengan penerapan tariff yang sederhana dengan menggunakan prosentase tertentu saja. Selain itu penggunaan withholding tax system dalam pemotongan pajak penghasilan telah menguntungkan dari segi efisiensi waktu, akuntabilitas data, biaya, serta kinerja terhadap diri wajib pajak (WP) dan fiskus.
            Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa berdasarkan prinsip kemandirian maka penerimaan negara dari sisi pajak adalah hal yang paling efektif serta memberikan kepastian yang penuh dalam menyokong anggaran negara. Oleh karena itu, peran serta rakyat dalam perpajakan sangat penting akan hal ini. Dan apabila dihubungkan dengan penerimaan pajak, optimalisasi penerimaan pajak merupakan proses atau cara yang paling mungkin dilakukan pemerintah untuk meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara yang atau menjadi lebih baik. Dan demi kelancaran serta suksesnya penerimaan pjak yang tinggi maka pemerintah perlu menerapkan kebijakan-kebijakan perpajakan. Dengan adanya kebijakan pemerintah melalui melalui sistem pemungutan pajak oleh pihak ketiga (withholding tax system) diharapkan penerimaan pajak akan lebih optimal.
           
            Selain Indonesia, tentu banyak negara yang menerapkan Withholding Tax System disebabkan manfaat yang diperoleh. Akan tetapi,  terdapat perbedaan antara Withholding Tax System  yang berlaku di Indonesia dan di banyak negara. Di banyak negara, penerapan Withholding Tax System  dibatasi hanya terhadap penghasilan yang dikategorikan sebagai passive income (seperti: gaji, upah, bunga, royalti, dividen, dan sewa) dan sedikit negara yang menerapkan atas penghasilan dari kegiatan usaha (active income). Apabila ada, hanya diterapkan atas beberapa jenis penghasilan usaha. Hal ini disebabkan karena pemungutan pajak atas penghasilan usaha biasanya dilakukan melalui mekanisme angsuran masa yang jumlahnya dihitung sendiri oleh Wajib Pajak (dalam konteks perpajakan Indonesia, biasa dikenal dengan nama angsuran masa PPh Pasal 25). Sedangkan di Indonesia, penerapan Withholding Tax System  hampir meluas dikenakan terhadap seluruh penghasilan dari kegiatan usaha seperti yang diatur dalam PER-70/PJ./2007. Dalam konteks UU PPh, Withholding Tax System  ini diperlakukan sebagai angsuran pembayaran pajak dan sebagai pemungutan pajak final.
            Withholding Tax System  merupakan cara termudah bagi pemerintah untuk memungut pajak, tetapi di pihak lain, yaitu pihak Wajib Pajak, Withholding Tax System  ini menimbulkan beban pemenuhan kewajiban perpajakan (cost of compliance) yang tinggi, misalnya beban administrasi, beban sanksi administrasi kalau terlambat memotong dan/atau menyetorkan, atau alpa tidak/belum memotong pajaknya pihak lain. Dengan kata lain, dalam Withholding Tax System ini, Wajib Pajak diwajibkan untuk memungut dan mengadministrasikan pajaknya pihak lain (Wajib Pajak lain) yang mana kewajiban untuk mengadministrasikan pajaknya pihak lain tersebut sebenarnya adalah tanggung jawab pemerintah (dalam hal ini wewenang ada pada Direktorat Jenderal  Pajak).
            Dalam Withholding Tax System  yang berlaku saat ini di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan penuh dalam menentukan jenis-jenis penghasilan yang merupakan objek Withholding Tax. Tidak ada pembatasan mengenai jenis-jenis penghasilan yang layak dan tidak layak dikenakan Withholding Tax. Hal ini tentunya akan memberi keleluasaan bagi Direktorat Jenderal  Pajak untuk terus memperluas pengenaan Withholding Tax ini. Alasannya adalah karena penerimaan pajak akan mudah terkumpul dan tugas Direktorat Jenderal  Pajak cukup mengawasi saja, dan kalau ada Wajib Pajak tidak menjalankan Withholding Tax System  tersebut dengan benar, maka Direktorat Jenderal  Pajak tinggal menerapkan sanksi administrasi, yang tentunya akan menambah pundi-pundi penerimaan negara. Akan tetapi, bagi Wajib Pajak, perluasan Withholding Tax ini tentunya menimbulkan cost of compliance yang tinggi, karena mereka dibebani untuk memungut pajaknya pihak lain yang seharusnya bukan tanggung jawab mereka untuk memungut dan mengadministrasikannya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bermula dari luasnya pendelegasian wewenang yang diberikan oleh UU PPh yang berlaku sekarang kepada Direktorat Jenderal  Pajak untuk menentukan sendiri jenis-jenis penghasilan yang akan dikenakan Withholding Tax.
            Selain itu ada beberapa faktor penghambat penerapan dan pelaksanaan kebijakan Withholding Tax System  baik dari aspek yuridis, aspek SDM, maupun asek moralitas. Misalnya sering terjadi penambahan/ perubahan peraturan perpajakan, baik fiskus dan pihak ketiga pemotong pajak (Tax Withholder) sangat terbatas, serta kurangnya kesadaran para pihak. Status kinerja Tax Withholder dan fiskus belum diatur secara spesifik dalam UU Pajak Penghasilan, sehingga bila terjadi kesalahan dan pelanggaran yang paling dirugikan adalah dari Wajib Pajak dan akan menanggung akibat hukumnya.
            Berdasarkan penjelasan diatas, selain memiliki manfaat yang besar terdapat kekurangan serta beberapa faktor penghambat dalam penerapan dan pelaksanaan Withholding Tax System. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan terhadap pengenaan Withholding Tax atas penghasilan usaha dan kalaupun ada, jenis-jenis penghasilan yang akan dikenakan Withholding tax tersebut harus dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam Undang-undang dan bukan didelegasikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sepenuhnya. Kenapa harus dinyatakan dalam Undang-undang? Hal ini terkait dengan filosofi dari pajak yang intinya adalah bahwa pajak yang akan dipungut oleh negara harus berdasarkan kesepakatan antara warga negara dan negara yang dituangkan dalam Undang-undang. Pasal 23A UUD 1945 juga menyatakan secara tegas bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam Undang-undang. Sedangkan di AS dikenal dengan istilah “taxation without representation is robbery” dan di Inggris dikenal dengan istilah “no taxation without representation”. Selain itu, sebagai bentuk penghargaan kepada Wajib Pajak yang yang telah banyak membantu pemerintah dalam mengumpulkan pajak melalui sistem Withholding Tax perlu dipertimbangkan adanya pemberian kompensasi, seperti yang dilakukan di negara bagian Amerika Serikat yang memberikan kompensasi kepada pemotong/pemungut pajak untuk menutupi biaya yang telah dikeluarkannya dalam rangka melakukan administrasi pemotongan dan pelaporan pajak.
E.                CONTOH KASUS
            Pada tanggal 1 Mei 2008, Pemerintah A (emiten) menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara sebagai berikut:
·           Nilai nominal Rp 100.000.000,00.
·           Jangka waktu SPN 12 bulan (jatuh tempo tanggal 1 Mei 2009).
·           PT D (investor) pada saat penerbitan perdana membeli SPN dengan hargaRp 94.000.000,00.
·           PT D tetap memegang SPN tersebut hingga saat jatuh tempo.
            Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT D pada saat jatuh tempo SPN adalah sebagai berikut :
§   Diskonto = Rp 100.000.000,00 – Rp 94.000.000,00 = Rp 6.000.000,00
§   PPh Final = 20% x Rp 6.000.000,00 = Rp 1.200.000,00



BAB III
PENUTUP

I.                   KESIMPULAN
            Jadi dapat disimpulkan bahwa Withholding Tax System memiliki beberapa manfaat yang besar yang dapat membantu mempercepat penerimaan negara dari sektor pajak. Akan tetapi Withholding Tax System juga memiliki beberapa kendala dengan adanya faktor penghambat serta beberapa kekurangan dari ketidaktegasan UU yang mengatur tentang Withholding Tax System.
            Namun melihat dari besarnya pengaruh Withholding Tax System dalam penerimaan negara, sistem ini perlu untuk diterapkan namun perlu diperbaiki baik dari segi kualitas serta kuantitasnya dalam UU.



DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun ORTax. 2010. Susunan Dalam Satu Naskah 9 ( Sembilan ) Undang-Undang Perpajakan. Jakarta : PT Integral Data Prima.
v  http://www.ortax.org/
v  http://www.dannydarussalam.com/
v  http://triyani.wordpress.com/
v  http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/
v  http://www.bppk.depkeu.go.id/
v  http://elib.unikom.ac.id/


NB : Kalo mau minta Format Microsoft Word ( .Docx) nya nnti bisa saya Upload :)

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Yang mau komentar silahkan..